Teknis Budidaya Akasia

Tidak bisa disangsikan lagi, bahwa pembangunan dan pengelolaan hutan tanaman memerlukan penerapan teknik-teknik silvikultur yang intensif untuk menjaga dan meningkatkan produktivitas tegakan secara lestari dan berkesinambungan. Penerapan teknik silvikultur intensif, dimulai ketika memilih spesies yang cocok dan sesuai ditumbuhkan pada lahan yang ada, serta diintegralkan kedalam industri Atau peluang pasar. Di dalam operasional kegiatannya, perlu dicari dan ditentukan teknik-teknik yang mudah dan mendukung dalam memperoleh produktivitas yang tinggi, sekaligus meningkatkan mutu lingkungan dan bermanfaat bagi masyarakat (Arisman, 2000). Untuk itu perlunya penataan areal (di awal kegiatan), dan penerapan teknologi dan dukungan ilmu pengetahuan pada setiap komponen kegiatan.

Penataan areal
Sebelum dilakukannya pembangunan tanaman, proses pertama yang dilakukan adalah penataan areal. Secara garis besar areal bisa dibagi menjadi Wilayah-wilayah (berdasarkan letak geografis dan luas areal). Kemudian dari wilayah ini dibagi ke dalam beberapa unit, dengan luas 15.000 - 20.000 ha. Unit dibagi lagi ke dalam blok, dengan luas sekitar 5.000 ha. Kemudian, blok dibagi ke dalam subblok, dengan luas sekitar 1.000 ha, dan sub-blok dibagi kedalam petak seluas 50 ha, arah utara-selatan 1.000 m, dan barat-timur 500 m. Petak merupakan satuan pengelolaan terkecil. Tetapi petak ini bisa terbagi lagi menjadi anak petak.Pada daur kedua, setelah penebangan daur pertama, dilakukan rekonstruksi petak berdasarkan kondisi geografis, dengan diterapkannya teknologi sistem informasi geografi (geographic information systems).Untuk mendukung operasional, dibangunlah infrastruktur, seperti jalan utama, jalan cabang, jalan tanam maupun jalan inspeksi, jembatan, dan sebagainya. Areal yang dipakai untuk infrastruktur ini, mencapai sekitar 20 m2/ha. Untuk mendukung kelestarian hutan dan lingkungan, perlu dipertahankannya kawasan hutan konservasi, zona proteksi (lebung, dan sempadan sungai), serta penanaman jenis lokal dan MPTS (multi purpose trees species).

Sistem Silvikultur
Sistem silvikultur yang diterapkan untuk jenis Acacia mangium adalah tebang habis permudaan buatan. Sistem ini sesuai diterapkan pada lahan-lahan terdegradasi untuk tujuan pengusahaan hutan tanaman, dengan memakai teknik silvikultur yang intensif. Oleh karenanya, diperlukan areal yang luas dan relatif kompak, sehingga dapat dibuat tegakan tanaman yang sama umur, seragam dan berkesinambungan dengan produksi yang tnggi dan kualitas yang baik. Selain untuk produksi pulp, Acacia mangium juga baik digunakan sebagai kayu pertukangan. Pada petak- petak untuk menghasilkan kayu pertukangan dilakukan penjarangan. Hasil penjarangan ini dapat dimanfaatkan untuk bahan pulp, particle board atau energi.


Pengadaan Benih
Bibit A. mangium yang digunakan berasal dari benih dan diproduksi di persemaian. Pada awalnya, digunakan benih dari tegakan benih lokal yang belum terimprove, tetapi selanjutnya harus ditingkatkan dengan menggunakan benih unggul (asal benih maupun famili terpilih) dari hasil program pemuliaan pohon. Dilihat dari nilai riap, hasil penelitian di Subanjeriji terdapat 5 provenans (dari 20 provenan) yang paling baik adalah berasal dan Papua Niugini dan Queensland, yaitu Oriomo R (PNG), Olive R (QLD), Wipim (PNG), Lake Muarray (PNG), dan Kini (PNG). Tetapi, apabila dilihat dari nilai/indeks kelurusan batang dan persistensi sumbu batang, 5 provenans terbaik adalah Oriomo R (PNG), Wipim (PNG), Muting (Merauke), Kuru (PNG), dan INHUTANI (Pohon plus) (Siregar dan Khomsatun, 2000). Untuk membangun tegakan kayu pertukangan, perlu dipertimbangkan pemakaian benih yang mempunyai indeks kualitas bentuk batang dan kelurusan tinggi, di samping riap pertumbuhannya. Program pemuliaan pohon harus terus dilakukan, seperti upaya peningkatan genetik melalui seleksi provenans dan seedlot, dalam rangka menghasilkan bahan tanam yang terbaik dan paling menguntungkan. Saat ini, untuk menyebut contoh, di Sumatra Selatan telah terdapat area produksi benih (SPA; Seed Production Area) seluas 96,8 ha, kebun benih semai generasi pertama (SSO; Seedling Seed Orchard) seluas 49,5 ha, dan telah dibangun kebun benih campuran (composite seed orchard) seluas 14,5 ha. Setiap tahunnya, dari areal kebun benih seluas itu, mampu diproduksi benih A. mangium lebih dari 1 ton

Persemaian
Pada awalnya (uji coba dan pengalaman awal) bibit diproduksi dalam kantong polybag dengan media topsoil, sabut kelapa sawit, dan gambut. Tetapi setelah melalui serangkaian penelitian, kemudian didapatkan container dan bahan yang efektif dan ekonomis, yaitu memakai polytube dan side slit, yang dapat merangsang pertumbuhan akar. Media yang dipakai adalah seresah yang diambil dari lantai hutan tanaman A. mangium dicampur dengan topsoil (perbandingan 70:30) atau sisa kulit A. mangium dari pabrik pulp yang telah dikomposkan. Bibit dipelihara selama 3 bulan, kemudian dilakukan sortasi (grading). Standar bibit dilakukan agar bibit yang sampai ke lokasi penanaman benar-benar memiliki kualitas yang baik, seragam, mampu hidup dan tumbuh dengan baik. Bibit A. mangium yang berkualitas baik dan diperbolehkan untuk dikirim ke lapangan adalah yang mempunyai tinggi bibit 25-30 cm dan diameter > 3,0 mm, batang keras dan lurus, warna kecoklatan, daun tebal hijau, struktur akar kompak, media tidak pecah, bebas hama dan penyakit serta segar. Bibit diangkut ke lokasi pertanaman memakai truk atau traktor. Untuk menjaga kualitas bibit, perlu dibuatkan tempat penampungan bibit (TPB) sementara di dekat lokasi pertanaman.

Persiapan lahan
Pada tahap awal pembangunan HTI, lahan alang-alang bertopografi datar/landai (kemiringan <15%),> 22 cm untuk kayu gergajian.Membangun tegakan untuk kayu pertukangan melalui proses penjarangan. Selain untuk kayu konstruksi dan pertukangan, peruntukan kayu A. mangium yang lain adalah sebagai bahan baku pembuatan papan partikel. Hashim et.al. (1998) melaporkan bahwa ketebalan papan partikel kayu A. mangium setara dengan papan partikel kayu karet. Kayu A. mangium dapat juga diproses menjadi vinir dan kayu lapis. Vinir yang dihasilkan bersifat teguh, halus dan kualitasnya dapat diterima. Studi pembuatan kayu lapis dengan menggunakan perekat phenol formaldehide atau penol resin memberikan kualitas kayu lapis yang dapat diterima atau melebihi persyaratan minimum (Abdul-Kader and Sahri, 1993; Yamamoto, 1998). Abdul-Kader dan Sahri (1993) juga membuktikan bahwa kayu A. mangium dapat dipakai sebagai bahan MDF yang memiliki kualitas lebih baik dibandingkan dengan MDF dari beberapa spesies di Jepang, seperti Pinus resinosa, Cryptomeria japonica, Chamaecyparis obtusa dan Larix leptolepis. Kayu A. mangium telah digunakan sebagai bahan baku oleh beberapa perusahaan MDF di Indonesia. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa keteguhan lentur dan geser LVL (laminated veneer lumber) dari kayu A. mangium lebih baik daripada nilai minimum (Abdul-Kader and Sahri, 1993). Kayu A. mangium telah dicoba untuk pembuatan OSB (oriented strand board) yang hasilnya menunjukkan bahwa stabilitas dimensi dan kekuatannya memenuhi standar persyaratan Jepang (Lim, et.al., 2000) Pembuatan arang dari kayu A. mangium telah dicoba (Hartoyo, 1993; Nurhayati, 1994; Pari, 1998; Fakultas Kehutanan, UGM 2000; Okimori et.al., 2003), dan berkualitas baik. Dengan diolah menjadi briket arang, nilai kalor dan karbon terikat meningkat, dan hasilnya lebih baik apabila dibandingkan dengan briket batubara (Fakultas Kehutanan UGM, 2000).

Membangun tegakan kayu pertukangan
Pada prinsipnya, silvikultur hutan tanaman untuk menghasilkan kayu pertukangan sama dengan membangun tegakan untuk bahan pulp (hingga umur tanaman 2 tahun). Setelah umur 2 tahun terdapat perbedaan, yaitu adanya kegiatan penjarangan (thinning), pemangkasan cabang (pruning), dan perawatan lanjutan. Penjarangan dimaksudkan untuk mengurangi jumlah pohon dalam tegakan dan memberikan ruang tumbuh yang cukup untuk memperoleh tegakan berdiameter pohon besar. Pemangkasan cabang dimaksudkan untuk menghilangkan percabangan untuk mengurangi cacat mata kayu (knot) yang berpengaruh pada kualitas kayu yang dihasilkan. Agar tegakan kayu pertukangan berkualitas baik, maka perlu dilakukan tahapan-tahapan, antara lain penentuan petak, kegiatan penjarangan, pemangkasan cabang dan perawatan (Gunawan, 2003).

Penentuan petak
Petak yang ditentukan sebagai calon tegakan kayu pertukangan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
  1. Tanaman telah berumur antara 2 – 3 tahun, tajuk (canopy) sudah saling menutup, diameter (dbh)batang sudah mencapai 9 – 12 cm, dan tinggi mencapai 7 – 9 m.
  2. Pohon-pohon didalam Petak memiliki pertumbuhan yang baik (tinggi rata-rata 8 m, diameter rata- rata 11 cm) serta kualitas batang yang baik (lurus, tidak menggarpu (forking) sampai ketinggian 6 m).
  3. Luas petak memadai , sehingga hanya diperlukan sedikt jumlah petak untuk mencapa target dan letaknya mengelompok agar lebih mudah dalam pelaksanaan
  4. Aksesibilitas petak baik, yaitu dekat jalan dan tidak terpencil jauh. Hal ini untuk memudahkanpengawasan dan pengamatannya

Penjarangan
Penjarangan dilakukan dalam 2 tahap dalam 1 daur tanaman. Setiap tahap menghilangkan 50% dari populasi yang ada. Penjarangan tahap pertama, dilakukan saat tanaman umur 2 tahun. Metode yang dipakai adalah selektif dan sistematik. Metode selektif, dilakukan dengan cara memilih tegakan yang mempunyai sifat baik untuk kayu pertukangan, seperti kelurusan batang, ketinggian bebas cabang, diameter batang, dan kesehatan tanaman. Metode sistematik hanya dilakukan pada jalur sarad (setiap jarak 50 m), yaitu menebang seluruh pohon pada jalur sarad. Jalur sarad ini dipakai untuk akses mengeluarkan kayu hasil penjarangan untuk dimanfaatkan dengan tujuan lain (pulp, energi, papan partikel dsb). Penjarangan tahap kedua dilakukan sewaktu tajuk antar-tanaman sudah saling menutup kembali (tanaman berumur 4 – 5 tahun). Penebangan (penjarangan) menggunakan chainsaw ukuran kecil, dan dilakukan secara hati-hati karena pola tebangnya tidak teratur. Rebah pohon tebangan diarahkan sedemikian rupa, sehingga tidak merusak tajuk pohon-pohon yang ditinggalkan. Batang hasil penebangan dipotong-potong sesuai kebutuhan untuk dimanfaatkan dan dikumpulkan (secara manual) di pinggir jalur sarad, kemudian dikeluarkan ke TPn (pinggir jalan)


Perawatan lanjutan
Perawatan tanaman setelah penjarangan yang perlu dilakukan adalah kegiatan pemangkasan cabang dan pengendalian gulma (weeding). Pemangkasan cabang dilakukan dua kali; bersamaan penjarangan pertama, dan setahun setelah penjarangan pertama. A. mangium mempunyai kemampuan self pruning yang sangat rendah, oleh karenanya sangat penting dilakukan pruning untuk memperoleh kayu pertukangan yang baik. Keterlambatan tindakan pruning akan mengakibatkan beberapa hal:
  1. Mengurangi sifat keteguhan kayu, karena serat mata kayu relatif tegak lurus serat batang pohon,
  2. Menyulitkan pengerjaan karena kerasnya penampang mata kayu,
  3. Mengurangi keindahan permukaan kayu, dan
  4. Menyebabkan berlubangnya lembaran-lembaran veneer

Pohon-pohon tinggal harus dipangkas cabangnya menggunakan gergaji pangkas atau gunting pruning. Pemangkasan dilakukan dengan memotong cabang tepat pada leher cabang. Pemangkasan yang meninggalkan sisa cabang, akan menyebabkan sisa cabang tersebut mati dan membusuk yang pada akhirnya menjadi jalan bagi infeksi jamur, disamping akan membuat kayu cacat. Sebaliknya, pemangkasan terlalu dalam akan meninggalkan luka besar yang membutuhkan waktu lama untuk penyembuhannya. Pemangkasan yang tepat akan meninggalkan luka yang kecil dan tanpa sisa cabang, sehingga luka akan cepat tertutup kembali oleh kalus. Setiap periode pemangkasan, tajuk hidup yang ditinggalkan minimal sebesar 50% dari tinggi pohon. Meninggalkan tajuk kurang dari 50% akan menghambat pertumbuhan diameter pohon. Pada akhirnya nanti diharapkan kayu pertukangan yang dihasilkan memiliki batang bebas mata kayu sampai pada ketinggian 4–6 m. Oleh karena itu pemangkasan cabang dilakukan sampai setinggi 4,2 m dimana 0,2 m adalah cadangan untuk kerusakan dan pecah ujung. Weeding setelah penjarangan, tidak seintensif seperti 2 tahun pertama. Kalau weeding pada dua tahun pertama bertujuan untuk mengurangi kompetisi dengan gulma, maka kegiatan weeding pasca penjarangan ini lebih ditujukan untuk mepermudah akses inventory dan supervisi, dalam mendapatkan tegakan kayu pertukangan yang berkualitas

Biaya pembangunan tegakan kayu pertukangan
Pembangunan tegakan A. mangium untuk pertukangan hingga umur 2 tahun sama dengan biaya pembangunan untuk bahan pulp. Tetapi setelah umur 2 tahun diperlukan tambahan biaya, yaitu penjarangan, pemangkasan cabang dan perawatan. Total biaya operasional dari awal hingga siap panen adalah Rp. 2.841.250,-/ha (diluar biaya investasi dan overhead)

Kesimpulan

  1. Hutan tanaman merupakan sebuah keniscayaan untuk menyediakan bahan baku industri secaraberkelanjutan.
  2. Pemilihan jenis-jenis cepat tumbuh dilakukan untuk memenuhi pertimbangan ekonomi, finansial dan tuntutan kesejahteraan masyarakat sekitar. A. mangium merupakan jenis yang memenuhi syarat untuk diusahakan, mudah dibudidayakan, adaptable untuk lahan-lahan marginal, produktif dan responsif terhadap upaya pemuliaan pohon, serta multiguna
  3. Penerapan silvikultur intensif, manipulasi genetik dan pemuliaan pohon, mutlak diperlukan untuk peningkatan riap dan kualitas kayu
  4. Pemilihan jenis cepat tumbuh dan penerapan silvikultur intensif merupakan langkah awal yang harus segera ditempuh untuk memupuk sumberdaya guna membangun kembali kehutanan Indonesia.

Teknis Budidaya Jangkrik ( Gryllus mitratus Burm )

1. TEKNIK BUDIDAYA JANGKRIK
Dewasa ini pada masa krisis ekonomi di Indonesia, budidaya jangkrik (Liogryllus Bimaculatus) sangat gencar, begitu juga dengan seminar-seminar yang diadakan dibanyak kota. Kegiatan ini banyak dilakukan mengingat waktu yang dibutuhkan untuk produksi telur yang akan diperdagangkan hanya memerlukan waktu ± 2-4 minggu. Sedangkan untuk produksi jangkrik untuk pakan ikan dan burung maupun untuk diambil tepungnya, hanya memerlukan 2-3 bulan. Jangkrik betina mempunyai siklus hidup ± 3 bulan, sedangkan jantan kurang dari 3 bulan. Dalam siklus hidupnya jangkrik betina mampu memproduksi lebih dari 500 butir telur.

Penyebaran jangkrik di Indonesia adalah merata, namun untuk kota-kota besar yang banyak penggemar burung dan ikan, pada awalnya sangat tergantung untuk mengkonsumsi jangkrik yang berasal dari alam, lama kelamaan dengan berkurangnya jangkrik yang ditangkap dari alam maka mulailah dicoba untuk membudidayakan jangkrik alam dengan diternakkan secara intensif dan usaha ini banyak dilakukan dikota-kota dipulau jawa.

2. SENTRA PERIKANAN

Telah diutarakan didepan bahwa untuk sementara ini, sentra peternakan jangkrik adalah dikota-kota besar dipulau jawa karena kebutuhan dari jangkrik sangat banyak. Sedangkan diluar pulau jawa sementara ini masih banyak didapatkan dari alam, sehingga belum banyak peternakan-peternakan jangkrik.

3. JENIS

Ada lebih dari 100 jenis jangkrik yang terdapat di Indonesia. Jenis yang banyak dibudidayakan pada saat ini adalah Gryllus Mitratus dan Gryllus testaclus, untuk pakan ikan dan burung. Kedua jenis ini dapat dibedakan dari bentuk tubuhnya, dimana Gryllus Mitratus wipositor-nya lebih pendek disamping itu Gryllus Mitratus mempunyai garis putih pada pinggir sayap punggung, serta penampilannya yang tenang.

4. MANFAAT

Jangkrik segar yang sudah diketahui baik untuk pakan burung berkicau seperti poksay, kacer dan hwambie serta untuk pakan ikan, baik juga untuk pertumbuhan udang dan lele dalam bentuk tepung.

5. PERSYARATAN LOKASI
  • Lokasi budidaya harus tenang, teduh dan mendapat sirkulasi udara yang baik.
  • Lokasi jauh dari sumber-sumber kebisingan seperti pasar, jalan raya dan lain sebagainya.
  • Tidak terkena sinar matahari secara langsung atau berlebihan.
6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA

Menurut Farry, 1999, ternak jangkrik merupakan jenis usaha yang jika tidak direncanakan dengan matang, akan sangat merugikan usaha. Ada beberapa tahap yang perlu dilakukan dalam merencanakan usaha ternak jangkrik, yaitu penyusunan jadwal kegiatan, menentukan struktur organisasi, menentukan spesifikasi pekerjaan, menetapkan fasilitas fisik, merencanakan metoda pendekatan pasar, menyiapkan anggaran, mencari sumber dana dan melaksanakan usaha ternak jangkrik.

6.1. Penyiapan Sarana dan Peralatan

Karena jangkrik biasa melakukan kegiatan diwaktu malam hari, maka kandang jangkrik jangan diletakkan dibawah sinar matahari, jadi letakkan ditempat yang teduh dan gelap. Sebaiknya dihindarkan dari lalu lalang orang lewat terlebih lagi untuk kandang peneluran.

Untuk menjaga kondisi kandang yang mendekati habitatnya, maka dinding kandang diolesi dengan lumpur sawah dan diberikan daun-daun kering seperti daun pisang, daun timbul, daun sukun dan daun-daun lainnya untuk tempat persembunyian disamping untuk menghindari dari sifat kanibalisme dari jangkrik. Dinding atas kandang bagian dalam sebaiknya dilapisi lakban keliling agar jangkrik tidak merayap naik sampai keluar kandang.

Disalah satu sisi dinding kandang dibuat lubang yang ditutup kasa untuk memberikan sirkulasi udara yang baik dan untuk menjaga kelembapan kandang. Untuk ukuran kotak pemeliharaan jangkrik, tidak ada ukuran yang baku. Yang penting sesuai dengan kebutuhan untuk jumlah populasi jangkrik tiap kandang. Menurut hasil pemantauan dilapangan dan pengalaman peternak, bentuk kandang biasanya berbentuk persegi panjang dengan ketinggian 30-50 cm, lebar 60-100 cm sedangkan panjangnya 120-200 cm.

Kotak (kandang) dapat dibuat dari kayu dengan rangka kaso, namun untuk mengirit biaya, maka dinding kandang dapat dibuat dari triplek. Kandang biasanya dibuat bersusun, dan kandang paling bawah mempunyai minimal empat kaki penyangga. Untuk menghindari gangguan binatang seperti semut, tikus, cecak dan serangga lainnya, maka keempat kaki kandang dialasi mangkuk yang berisi air, minyak tanah atau juga vaseline (gemuk) yang dilumurkan ditiap kaki penyangga.

6.2. Pembibitan 
1. Pemilihan Bibit dan Calon Induk
Bibit yang diperlukan untuk dibesarkan haruslah yang sehat, tidak sakit, tidak cacat (sungut atau kaki patah) dan umurnya sekitar 10-20 hari. Calon induk jangkrik yang baik adalah jangkrik-jangkrik yang berasal dari tangkapan alam bebas, karena biasanya memiliki ketahanan tubuh yang lebih baik. Kalaupun induk betina tidak dapat dari hasil tangkapan alam bebas, maka induk dapat dibeli dari peternakan. Sedangkan induk jantan diusahakan dari alam bebas, karena lebih agresif.
Adapun ciri-ciri indukan, induk betina, dan induk jantan yang adalah sebagai berikut:
a. Indukan:
  • sungutnya (antena) masih panjang dan lengkap.
  • kedua kaki belakangnya masih lengkap.
  • bisa melompat dengan tangkas, gesit dan kelihatan sehat.
  • badan dan bulu jangkrik berwarna hitam mengkilap.
  • pilihlah induk yang besar.
  • dangan memilih jangkrik yang mengeluarkan zat cair dari mulut dan duburnya apabila dipegang.
b. Induk jantan:
  • selalu mengeluarkan suara mengerik.
  • permukaan sayap atau punggung kasar dan bergelombang.
  • tidak mempunyai ovipositor di ekor.
  • Induk betina:
  • tidak mengerik.
  • permukaan punggung atau sayap halus.
  • ada ovipositor dibawah ekor untuk mengeluarkan telur.
2. Perawatan Bibit dan Calon Induk

Perawatan jangkrik yang sudah dikeluarkan dari kotak penetasan berumur 10 hari harus benar-benar diperhatikan dan dikontrol makanannya, karena pertumbuhannya sangat pesat. Sehingga kalau makanannya kurang, maka anakan jangkrik akan menjadi kanibal memakan anakan yang lemah. Selain itu perlu juga dikontrol kelembapan udara serta binatang pengganggu, yaitu, semut, tikus, cicak, kecoa dan laba-laba. Untuk mengurangi sifat kanibal dari jangkrik, maka makanan jangan sampai kurang. Makanan yang biasa diberikan antara lain ubi, singkong, sayuran dan dedaunan serta diberikan bergantian setiap hari.

3. Sistem Pemuliabiakan

Sampai saat ini pembiakan Jangkrik yang dikenal adalah dengan mengawinkan induk jantan dan induk betina, sedangkan untuk bertelur ada yang alami dan ada juga dengan cara caesar. Namun risiko dengan cara caesar induk betinanya besar kemungkinannya mati dan telur yang diperoleh tidak merata tuanya sehingga daya tetasnya rendah.

4. Reproduksi dan Perkawinan

Induk dapat memproduksi telur yang daya tetasnya tinggi ± 80-90 % apabila diberikan makanan yang bergizi tinggi. Setiap peternak mempunyai ramuan- ramuan yang khusus diberikan pada induk jangkrik antara lain: bekatul jagung, ketan item, tepung ikan, kuning telur bebek, kalk dan kadang-kadang ditambah dengan vitamin.

Disamping itu suasana kandang harus mirip dengan habitat alam bebas, dinding kandang diolesi tanah liat, semen putih dan lem kayu, dan diberi daun-daunan kering seperti daun pisang, daun jati, daun tebu dan serutan kayu.

Jangkrik biasanya meletakkan telurnya dipasir atau tanah. Jadi didalam kandang khusus peneluran disiapkan media pasir yang dimasukkan dipiring kecil. Perbandingan antara betina dan jantan 10 : 2, agar didapat telur yang daya tetasnya tinggi. Apabila jangkrik sudah selesai bertelur sekitar 5 hari, maka telur dipisahkan dari induknya agar tidak dimakan induknya kemudian kandang bagian dalam disemprot dengan larutan antibiotik (cotrymoxale).Selain peneluran secara alami, dapat juga dilakukan peneluran secara caesar. Akan tetapi kekurangannya ialah telur tidak merata matangnya (daya tetas).

5. Proses kelahiran

Sebelum penetasan telur sebaiknya terlebih dahulu disiapkan kandang yang permukaan dalam kandang dilapisi dengan pasir, sekam atau handuk yang lembut. Dalam satu kandang cukup dimasukkan 1-2 sendok teh telur dimana satu sendok teh telur diperkirakan berkisar antara 1.500-2.000 butir telur. Selama proses ini berlangsung warna telur akan berubah warna dari bening sampai kelihatan keruh. Kelembaban telur harus dijaga dengan menyemprot telur setiap hari dan telur harus dibulak-balik agar jangan sampai berjamur. Telur akan menetas merata sekitar 4-6 hari.

6.3. Pemeliharaan

1. Sanitasi dan Tindakan Preventif

Seperti telah dijelaskan diatas bahwa dalam pengelolaan peternakan jangkrik ini sanitasi merupakan masalah yang sangat penting. Untuk menghindari adanya zat-zat atau racun yang terdapat pada bahan kandang, maka sebelum jangkrik dimasukkan kedalam kandang, ada baiknya kandang dibersihkan terlebih dahulu dan diolesi lumpur sawah. Untuk mencegah gangguan hama, maka kandang diberi kaki dan setiap kaki masing-masing dimasukkan kedalam kaleng yang berisi air.

2. Pengontrolan Penyakit

Untuk pembesaran jangkrikn dipilih jangkrik yang sehat dan dipisahkan dari yang sakit. Pakan ternak harus dijaga agar jangan sampai ada yang berjamur karena dapat menjadi sarang penyakit. Kandang dijaga agar tetap lembab tetapi tidak basah, karena kandang yang basah juga dapat menyebabkan timbulnya penyakit.

3. Perawatan Ternak

Perawatan jangkrik disamping kondisi kandang yang harus diusahakan sama dengan habitat aslinya, yaitu lembab dan gelap, maka yang tidak kalah pentingnya adalah gizi yang cukup agar tidak saling makan (kanibal).

4. Pemberian Pakan

Anakan umur 1-10 hari diberikan Voor (makanan ayam) yang dibuat darikacang kedelai, beras merah dan jagung kering yang dihaluskan. Setelah vase ini, anakan dapat mulai diberi pakan sayur-sayuran disamping jagung muda dan gambas.

Sedangkan untuk jangkrik yang sedang dijodohkan, diberi pakan antara lain : sawi, wortel, jagung muda, kacang tanah, daun singkong serta ketimun karena kandungan airnya tinggi. Bahkan ada juga yang menambah pakan untuk ternak yang dijodohkan anatar lain : bekatul jagung, tepung ikan, ketan hitam, kuning telur bebek, kalk dan beberapa vitamin yang dihaluskan dan dicampur menjadi satu.

5. Pemeliharaan Kandang

Air dalam kaleng yang terdapat dikaki kandang, diganti setiap 2 hari sekali dan kelembapan kandang harus diperhatikan serta diusahakan agar bahaya jangan sampai masuk kedalam kandang.

7. HAMA DAN PENYAKIT

7.1.Penyakit, Hama dan Penyebabnya

Sampai sekarang belum ditemukan penyakit yang serius menyerang jangkrik. Biasanya penyakit itu timbul karena jamur yang menempel di daun. Sedangkan hama yang sering mengganggu jangkrik adalah semut atau serangga kecil, tikus, cicak, katak dan ular.

7.2. Pencegahan Serangan Hama dan Penyakit

Untuk menghindari infeksi oleh jamur, maka makanan dan daun tempat berlindung yang tercemar jamur harus dibuang. Hama pengganggu jangkrik dapat diatasi dengan membuat dengan membuat kaleng yang berisi air, minyak tanah atau mengoleskan gemuk pada kaki kandang.

7.3. Pemberian Vaksinasi dan Obat

Untuk saat ini karena hama dan penyakit dapat diatasi secara prefentif, maka penyakit jangkrik dapat ditekan seminimum mungkin. Jadi pemberian obat dan vaksinasi tidak diperlukan.

8. PANEN

8.1. Hasil Utama

Peternak jangkrik dapat memperoleh 2 (dua) hasil utama yang nilai ekonomisnya sama besar, yaitu: telur yang dapat dijual untuk peternak lainnya dan jangkrik dewasa untuk pakan burung dan ikan serta untuk tepung jangkrik.

8.2. Penangkapan

Telur yang sudah diletakkan oleh induknya pada media pasir atau tanah, disaring dan ditempatkan pada media kain yang basah. Untuk setiap lipatan kain basah dapat ditempatkan 1 sendok teh telur yang kemudian untuk diperjual belikan. Sedangkan untuk jangkrik dewasa umur 40-55 hari atau 55-70 hari dimana tubuhnya baru mulai tumbuh sayap, ditangkap dengan menggunakan tangan dan dimasukkan ketempat penampungan untuk dijual.

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA

Penggunaan pestisida yang selama ini didapati pada lahan-lahan pertanian merupakan salah satu penyebab berkurangnya populasi jangkrik, demikian juga penangkapan jangkrik dialam yang dilakukan selama ini membuat penurunan drastis jumlah populasinya.

Dengan alasan-alasan tersebut dan naiknya permintaan jangkrik, maka peternak tidak membiarkan begitu saja kesempatan untuk memperoleh keuntungan dengan membudidayakan jangkrik dengan intensif karena dengan waktu yang relatif singkat untuk memelihara jangkrik sudah mendapat keuntungan yang berlipat ganda.

Dengan semakin banyaknya peternak-peternak jangkrik ini, permintaan untuk telur jangkrik semakin besar juga, jadi banyak peternak yang hanya memproduksi telur jangkrik karena resikonya lebih kecil dan lebih cepat lagi mendapatkan laba untuk sekitar 25-30 hari, dibandingkan proses pembesaran sampai dengan 3 bulan.

Sumber : Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas

Tentang Natural Nusantara

Sekilas Tentang NASA.
PT NATURAL NUSANTARA (PT NASA) berdiri sejak Oktober 2002 di Yogyakarta. Sejak lahir, telah memiliki visi " Menuju Indonesia Raya Makmur berkomitmen untuk bergerak memajukan agrokomplek. Mengingat Indonesia sebagai negara luas, agraris dan mayoritas masyarakat terjun di dunia agro-dalam artian luas.
Agro kompleks (Pertanian, Peternakan, Perikanan) adalah bidang yang menyangkut makhluk hidup dan lingkungan sehingga pengelolaannya harus bijaksana dan memperhatikan semua aspek terkait diantaranya aspek obyeknya sendiri (tanaman, hewan dan ikan), aspek lingkungan dan aspek manusia (petani dan konsumen). Dengan demikian apapun teknologi yang dipergunakan pada agro kompleks harus memenuhi syarat K-3 :
1. Kuantitas.
Mampu menaikkan produktivitas (bobot panen meningkat)
2. Kualitas.
Mampu menaikkan kualitas (rasa, aroma, warna, rendemen, keawetan hasil panen, rendah atau bebas dari senyawa-senyawa yang berbahaya bagi kesehatan
3. Kelestarian.
Mampu menjaga kelestarian lingkungan sehingga secara jangka panjang produktivitas tetap terjaga dan tidak menimbulkan kerusakan dan pencemaran.