Aplikasi Produk NASA untuk Kelapa Sawit.


Berikut ini video kesaksian petani kelapa sawit pengguna pupuk organik dari PT. Natural Nusantara (NASA), dapat disaksikan terjadinya peningkatan bobot dan kualitas produksi kelapa sawit.

Agro kompleks (Pertanian, Peternakan, Perikanan) adalah bidang yang menyangkut makhluk hidup dan lingkungan sehingga pengelolaannya harus bijaksana dan memperhatikan semua aspek terkait diantaranya aspek obyeknya sendiri (tanaman, hewan dan ikan), aspek lingkungan dan aspek manusia (petani dan konsumen).

Dengan demikian apapun teknologi yang dipergunakan pada agrokompleks harus memenuhi syarat K-3 :

Kuantitas
Mampu menaikkan produktivitas (bobot panen meningkat).

Kualitas
Mampu menaikkan kualitas (rasa, aroma, warna, rendemen, keawetan hasil panen, rendah atau bebas dari senyawa-senyawa yang berbahaya bagi kesehatan).

Kelestarian
Mampu menjaga kelestarian lingkungan sehingga secara jangka panjang produktivitas tetap terjaga dan tidak menimbulkan kerusakan dan pencemaran.


Untuk Aplikasi yang kami Rekomendasikan :
METODE SIRAM

PUPUK NASA :

   1. Power Nutrition 500gr        3 Botol
   2. Super NASA 250gr             6 Botol
   3. Hormonik 100ml                3 Botol

PUPUK KIMIA  :
1.  NPK         : 25 kg
2.  Urea/TSP :   7 kg
3.  Kcl           :   7 kg

CARA PEMAKAIANNYA  :

Semua produk nasa di larutkan kedalam 5 liter air (larutan induk) aduk sampai rata,kemudian siapkan air 130 liter (sesuai jumlah pohon / hektar),lalu masukkan pupuk kimia tadi kedalam air 130 liter tsb,aduk sampai rata.Setelah terlarut lalu masukkan larutan induk pupuk nasa tadi kedalam nya,aduk lagi sampai merata.Lalu siramkan 1 liter/1 gayung per pohon dengan jarak 1 meter dari batang…

Lakukan pemupukan dengan interval 3 Bulan sekali

PENAWARAN KERJA SAMA UPAYA PENANGANAN LIMBAH PERTAMBANGAN

 PROPOSAL KERJA SAMA PERBAIKAN LAHAN KRITIS AKIBAT PENCEMARAN LIMBAH BEKAS TAMBANG DAN LIMBAH PABRIK


A.1 Dasar Pijakan
  1. Liberalisasi Bidang pertambangan Indonesia, yang mendorong semakin intensifnya, pengerukan lahan-lahan tambang indonesia. 
  2. UU Migas No.22 tahun 2001, mendorong semakin banyaknya eksplorasi perut bumi Indonesia 
  3. Undang-undang penanaman modal asing (UU PMA) semakin mempermudah masuknya investor asing di bidang pertambangan Indonesia.
A.2 Implikasi Dari Sisi Lingkungan Hidup
  1. Terjadinya kerusakan alam yang luar biasa diareal bekas tambang maupun lingkungan sekitar pertambangan 
  2. Daya dukung lingkungan untuk menopang kehidupan manusia semakin lemah, sehingga tidak dapat menyangga kehidupan ekosistem, akibatnya menyebabkan bencana secara langsung maupun tidak langsung. 
  3. Pertumbuhan jumlah pendududuk yang sangat tinggi membutuhkan lahan hidup yang lebih banyak. sehingga dengan tingginya kurasakan lingukan dari sektor pertambangan juga menjadi salah satu faktor pembatas bagi kehidupan manusia secara layak. 
  4. Konflik sosial antara perusahaan pengeksploitasi dengan masyaratkat sekitar (adat) disekitar pertambangan. 
  5. Secara umum sangat sulit untuk mengatasi dampak dari global warming, jika semakin banyak lahan-lahan hijau menjadi lahan gersang
B. UPAYA PEMECAHAN TEKNIS
  1. Mengembalikan lahan-lahan terkontaminasi  atau lahan rusak karena dieksploitasi, kembali ke posisi dan fungsi semula. 
  2. Menetralisir dari bahan-bahan tercemar (polutan) 
  3. Pembinaan masyarakat setempat dengan memberikan pelatihan-pelatihan budidaya pertanian , perternakan, dan perikanan dengan lahan-lahan yang sudah tereksploitasi secara final
C. PELAKSANA TEKNIS
PT. NATURAL NUSANTARA (NASA) YOGYAKARTA (Lembaga Marketing dan Konsultan AGROKOMPLEKS)
D. BAHAN TERAPI (PRODUK)
  1. Terapi limbah (cair, sludge/ lumpur limbah, padat) 
  2. Pupuk Organik Padat SUPERNASA 
  3. Pupuk Mempercepat Generatif Tanaman POWER NUTRITION 
  4. Pupuk organik cair Nusantara Subur Alami (POC NASA) 
  5. Hormon Organik 
  6. Tambak Organik Nusantara (TON) 
  7. Suplement Ternak (Viterna) 
  8. Kapur, dolomit, zeolit 
  9. Pupuk N, P, K
E. MANUAL PRODUK
  1. Bahan organik dengan kandungan asam - asam amino penyusun enzim , ATP, dan Protein. 
  2. Bahan organik dengan kandungan unsur hara ionik makro dan mikro esensial maupun non esensial yang menyusun tubuh mahluk hidup. 
  3. Asam organik kompleks (asam humat, asam vulvat, asam askorbat, dsb) sebagai soil condisioner 
  4. Karbon aktif sebagai penetralisir unsur-unsur mapun senyawa-senyawa berbahaya
F. METODOLOGI
  1. Limbah minyak bumi. Percampuran secara merata  +- 1000 ppm larutan serbuk terapi limbah kedalam cairan atau padatan limbah minyak bumi. Kemudian didiamkan selama satu bulan 
  2. Lahan Pertambangan Terkontaminasi Limbah. Menyiramkan larutan terapi limbah kehamparan  lahan dengan dosis 25 - 100 kg perhektar lahan kemudian didiamkan selama 2 minggu,selanjutnya siramkan sebanyak 20 sd 40 kg SUPERNASA, dan ditanami sesuai dengan kebutuhan. Kemudian semprotkan campuran POC NASA dan Hormonik dengan dosis pertangki 6 tutup poc dan 2 tutup hormonik setiap 2 minggu sekali 
  3. Pendekatan Sosial Kemasyarakat dengan memberikan training-training budidaya komoditas pertanian , peternakan, perikanan, dengan sistem langsung maupun tidak langsung.


Wisma Mawar PT. MEDCO E7P Sembakung Kota Tarakan yang menjadi mitra/Partner uji coba kualitas produk NASA
Saat peninjauan lokasi oleh tim teknis NASA


Proses pencamburan produk organik NASA untuk menetralkan tanah disekitar pabrik

Menyiramkan campuran pupuk NASA ke lahan yang diperbaiki.

Pertanyaan seputar produk NASA untuk pertanian


1.) Apakah Produk Nasa Mampu memperbaiki lahan yag tercemara Limbah Pabrik,Minyak Bumi atau Formalin?
Jawab:
Product NASA memiliki unsur asam Humat dan fulfat untuk melarutkan pupuk kimia dalam tanah sehingga akan menjadi gembur kembali, membantu menstabilkan pH,mengaur pergerakan dan penyaluran unsur hara dalam tanah. product ini dapat dicoba dahulu jika memang belum mampu dan lahan yang terkontaminasi jumlahnya minimal ratusan hektar, kami telahmemiliki pupk khussu untuk itu walaupun masih dalam uji coba, tolong kirimkan sampel tanah yang tercemar min 100kg untuk analisa dan kita buat MOU dahulu.
2.) Bagaimana kandungan Unsur Hara mikro dalam 1 Ton pupuk Kandang setara dengan 1Liter POC NASA? dan agaimana Perhitungan Ilmiahnya?
Jawab:
Hal tesebut dapat diibaratkan satu ton tebu yang akan diambil gulanya (saripati/exstrak tebu) masuk pabrik gula, maka setelah jadi gula mungkin hanya beberapa kg gula saja tidak sampai satu ton (yang lain ampas tebu). Dengan demikian saripati"(unsur hara) dalam satu ton pupuk kandang juga tidak sampai satu ton tetapi hanya beberapa gr saja. POC NASA di sini sudah dalam wujud sari pati/exstrak dari pupuk kandang/kompos.
Skema:
100%POP:-85%air
-15%Padat:-90% unsur C,H dan O
-10Makro+Mikro:-250Bagian
-1Bagian
keterangan :
100% berat pupuk Organik padat (misal 1 Ton/1.000.000gr) terdiri dari 85% air(terbuang) dan 15%bahan padat.15%bahan padat jika dipanaskan pada suhu-+ 600C terdiri dari 90% unsur Carbon(C),Hidrogen(H),dan Oksigen(O). dalam wujud gas(terbuang) dan 10% unsurmakro dan mikro. Dari 10% tersebu unsur makro terdiri dari 1 bagian dan unsur miro 250bagian.
Jadi daam 1 ton(1.000.000gr) pupuk kandang /kompos mengandung unsur mikro;

1/251 X 10/100 X 15/100 X 1.000.000gr= 59,7609gr=0,0598Kg.

Dalam NASA berdasar perhitungan dengan hasil uji lab setelah diubah kedalam berat(karena bentuk aslinya cair) terdapat 60grunsur mikro. jadi kandungan mikro 1Ton Pupuk Kandang setara Dengan 1liter NASA.

3.)Bagaiman keterkaitan POC NASA dan POP SUPER NASA dengan    peningkatan ekonomi Petani?
Jawab:
Dengan peenggunaan POC NASA dan POP SUPER NASA maka diharapkan hasil panen akan meningkat secara kuantitas,kualitas sehingga pendapatan petani akan meningkat selain lingkungan juga dap berangsur-angsur diperbaiki dan hasil panen juga dapat bersaing di Pasaran pada Era Globalisasi ini.
4.)Bagaimana POC NASA dan POP SUPER NASA dapat menghemat Penggunaan pupuk kimia?
Jawab:
-Secara Langsung: Melalui kandungan dalam POC NASA dan POP SUPERNASA.
-Secara Tidak Langsung: Melalui kemampuan POC NASA dan POP SUPER NASA dalam melarutkan deposit/residu kimia(unsur Makro) dalam tanah sehingga dapat dipergunakan kembali oleh tanaman. Kemampuan POP SUPERNASA dalam hal ini lebih tinggi dibandingkan POC NASA.
5.)Bagaimana aplikasi POC NASA dan POP SUPERNASA Untuk memperoleh hasil yang Optimal?
Jawab:
Jika Pop Super nasa harus digembor/dikocorkan ketanah atau bisa dicampurkan dengan pupuk kimia lalu ditebarkan.
jika untuk tanaman buah atau perkebunan: lubangi sedalam 15-30cm mengelilingi tanaman dengan mengikuti ujuk/pucuk daun terluar lalu ditarik garis lurus. karena akar serabut atau akar penyerap unsur hara pada tanaman tumbuhnya mengikuti puck daun. jadi lebih efektif dan tepat Guna.

Jika POC NASA Lebih baik disemprotkan dibawah daun dibawah jam 10.00Wib pagi hari.
Karena POC NASA sudah berbentuk Ion sehingga langsung bisa diserap tanaman dan melakukan fotosintesa tapi jika diatas jam 10.00WIB angin sudah kencang dan Matahari sudah terik ini akan membuat unsur dalam POC NASA cepat menguap, mulut tanaman atau stomata 70% ada dibawah daun dan 30% diatas daun.
6.)Mengapa tanaman membutuhkan POC NASA dan Pop Super NASA?
Jawab:
Tanah-tanah di Indonesia menunjukkan gejala semakin keras akibatnya penumpukan sisa-sisa pupuk kimia dalam tanah yang tidak hancur dan terikat selama puluhan tahun. Tanah yang keras menyebabkan pemberian pupuk tidak dapat optimal diserap oleh tanaman selain perkembangan akar tanaman terganggu. NASA akan melarutkan sisa pupuk kimia tersebut sehingga tanah menjadi gembur kembali selain sisa pupuk kimia tersebut dapat dimanfaatkan kembali oleh tanaman. Selain itu tanah-tanah kita kekurangan 10 unsur hara esseniil (mutlak atau wajib dibutuhkan tanaman) karena selama ini hanya 3 jenis unsur hara ensseniil saja yaitu urea (N), TSP / SP-36 (P) dan KCL (K) yang sering diberikan, sedangkan tanaman untuk tumbuh atau menyerap paling tidak 13 unsur hara ensseniil dan setelah panen tentu 13 unsur hara akan hilang dari lokasi penanaman bersama dengan hasil panen yang diangkut keluar areal penanaman. Kondisi ini di Indonesia sudah berlangsung puluhan tahun sehingga mudah dimengerti jika tanah kita kekurangan terutama 10 jenis unsur hara ensseniil. Penggunaan NASA bersama dengan N, P, dan K secara berimbang akan mengatasi masalah tersebut.

7.)Apa kandungan unsur dalam POC NASA dan Pop Super Nasa?
Jawab:
Kandungan unsur dalam POC NASA dan Pop Super Nasa terdapat kurang lebih 90 unsur mengingat bahan bakunya mengandung 90 unsur tetapi yang dicantumkan hanya 13 jenis unsur hara makro dan mikro (merupakan unsur hara yang mutlak atau wajib dibutuhkan oleh semua tanaman yaitu unsur : N, P, K, Mg, Ca, S, CL, Fe, Mn, Cu, Zn, B, dan Mo), dilengkapi juga asam humat fulvat (perbaikan tanah), zat pengatur tumbuh (ZPT)Indole Acetic Acid (IAA)/Auksin, Giberilin dan Sitokinin serta asam-asam amino (Protein)dan lemak nabati.

KAJIAN PESTISIDA TERHADAP LINGKUNGAN DAN KESEHATAN SERTA ALTERNATIF SOLUSINYA

Dalam proses intensifikasi sekarang ini berbagai kendala sosial-ekonomi dan teknis bermunculan. Masalah organisme pengganggu tanaman (OPT, hama – penyakit – gulma) yang mengakibatkan penurunan dan ketidakmantapan produksi belum dapat diatasi dengan memuaskan. Kehilangan hasil akibat OPT diperkirakan 40 – 55 %, bahkan bisa terancam gagal.

Dilema yang dihadapi para petani saat ini adalah bagaimana cara mengatasi masalah OPT tersebut dengan pestisida sintetis. Di satu pihak dengan pestisida sintetis, maka kehilangan hasil akibat OPT dapat ditekan, tetapi menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Di pihak lain, tanpa pestisida kimia akan sulit menekan kehilangan hasil akibat OPT. Padahal tuntutan masyarakat dunia terhadap produk pertanian menjadi bertambah tinggi terutama masyarakat negara maju, tidak jarang hasil produk pertanian kita yang siap ekspor ditolak hanya karena tidak memenuhi syarat mutu maupun kandungan residu pestisida yang melebihi ambang toleransi.

Pestisida secara luas diartikan sebagai suatu zat yang bersifat racun, menghambat pertumbuhan atau perkembangan, tingkah laku, bertelur, perkembang biakan, mempengaruhi hormon, penghambat makan, membuat mandul, sebagai pemikat, penolak dan aktivitas lainnya yang mempengaruhi OPT. Tidak kita pungkiri bahwa dengan pestisida sintetis telah berhasil menghantarkan sektor pertanian menuju terjadinya “revolusi hijau”, yang ditandai dengan peningkatan hasil panen dan pendapatan petani secara signifikan, sehingga Indonesia bisa mencapai swasembada pangan pada tahun 1986. Dalam revolusi hijau target yang akan dicapai adalah berproduksi cepat dan tinggi, sehingga diperlukan teknologi masukan tinggi diataranya penggunaaan varietas unggul, pemupukan berat dengan pupuk kimia, pemberantasan hama dan penyakit dengan obat-obatan kimia. Pada tahun ini konsepsi untuk menanggulangi OPT ialah pendekatan UNILATERAL, yaitu menggunakan satu cara saja, PESTISIDA. 
Ketika itu pestisida sangat dipercaya sebagai “ASURANSI” keberhasilan produksi; tanpa pestisida produksi sulit atau tidak akan berhasil. Karena itu pestisida disubsidi sampai sekitar 80 % dari harganya, hingga petani dapat membelinya dengan harga “murah”. Sistem penyalurannyapun diatur sangat rapih dari pusat sampai ke daerah-daerah. Pestisida diaplikasikan menurut jadwal yang telah ditentukan, tidak memperhitungkan ada hama atau tidak. Pemikiran ketika itu ialah “melindungi” tanaman dari kemungkinan serangan hama. Promosi pestisida yang dilakukan oleh para pengusaha pestisida sangat gencar melalui demontrasi dan kampanye. Para petani diberi penyuluhan yang intensif, bahwa hama-hama harus diberantas dengan insektisida. Dalam perlombaan hasil intensifikasi, frekuensi penyemprotan dijadikan kriteria, makin banyak nyemprot, makin tinggi nilainya.

KONSEKUENSI LINGKUNGAN DARI PENGGUNAAN PESTISIDA
Ternyata, puncak kejayaan pestisida sekitar tahun 1984-1985 telah membawa dampak yang sangat dahsyat terhadap ekosistem yang ada. Meskipun penggunaan pestisida makin ditingkatkan , masalah hama-hama terutama wereng tidak dapat diatasi, malah makin mengganas. Kita tidak sadar, bahwa mengganasnya hama wereng tersebut akibat penggunaan pestisida yang berlebihan. Pestisida juga menimbulkam masalah lingkungan seperti matinya makhluk bukan sasaran (ikan, ular, katak, belut, bebek, ayam, cacing tanah dan serangga penyerbuk) dan musuh alami (predator, parasitoid), residu pestisida dalam bahan makanan, pencemaran air, tanah, udara dan keracunan pada manusia serta ongkos produksi yang sangat mahal dan sia-sia.

Gejala keracunan pada manusia yang timbul secara umum badan lemah atau lemas. Pada kulit, menyebabkan iritasi seperti terbakar, keringat berlebihan, noda. Pada mata, gatal, merah berair, kabur atau tidak jelas, bola mata mengecil atau membesar. Pengaruh pestisida pada sistem pencernaan seperti rasa terbakar pada mulut dan tenggorokan, liur berlebihan, mual, muntah, sajit perut dan diare. Sedang pada sistem syaraf, seperti sakit kepala, pusing, bingung, gelisah, otot berdenyut, berjalan terhuyung-huyung, bicara tak jelas, kejang-kejang tak sadar. Pada sistem pernafasan, batuk, sakit dada dan sesak nafas, kesulitan bernafas dan nafas bersuara.

Kenyataan ini mendorong pemerintah secara bertahap mengubah kebijakan pemberantasan hama dari pendekatan UNILATERAL ke pendekatan yang KOMPREHENSIF, berdasarkan prinsip-prinsip ekologis yang dikenal dengan PENGELOLAAN HAMA TERPADU (PHT). Akhirnya tahun 1986, pemerintah melarang penggunaan 57 formulasi pestisida pada padi dan tahun 1996 melarang ke 57 formulasi tersebut pada semua tanaman dan tidak menerima lagi pendaftaran ulang bagi pestisida yang sudah berakhir masa berlakunya. Diantaranya DDT, Thiodan 35 EC, Nuvacron 150 WSC, Basudin 60 EC, Azodrin 15 WSC, dll. Larangan tersebut diikuti dengan pencabutan subsidi pestisida sekitar tahun 1989 sehingga harga melambung tinggi. Dukungan politik PHT dengan dikeluarkannya INPRES No. 3/1986 dan diperkuat dengan Undang-Undang No. 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, khususnya pada pasal 20 tentang Sistem PHT dan pasal 21 tentang kegiatan perlindungan tanaman serta pasal 40 tentang larangan atau pembatasan penggunaan pestisida tertentu.

PHT adalah suatu cara pendekatan/cara berfikir/falsafah pengendalian hama didasarkan pada pertimbangan ekologi dan efisiensi ekonomi dalam kerangka pengelolaan agroekosistem secara keseluruhan. Konsep PHT merupakan suatu konsep atau cara pendekatan pengendalian hama yang secara prinsip berbeda dengan konsep pengendalian hama konvensional yang selama ini sangata tergantung pada pestisida. Konsep ini timbul dan berkembang di seluruh dunia kerena kesadaran manusia terhadap bahaya penggunaan pestisida yang terus meningkat bagi lingkungan hidup dan kesejahteraan masyarakat. Konsep PHT sangat selaras dengan pertanian berkelanjutan, yaitu pertanian yang memenuhi kebutuhan kini tanpa berdampak negative atas sumber daya fisik yang ada, sehingga tidak membahayakan kapasitas dan potensi pertanian masa depan untuk memuaskan aspirasi kebendaan dan lingkungan generasi mendatang. Dalam pertanian berkelanjutan mencakup konsep antara lain;
  1. Meminimumkan ketergantungan pada energi, mineral dan sumber daya kimiawi yang tidak terbarukan,
  2. Menurunkan pengaturan udara, air dan lahan di luar kawasan usaha tani,
  3. Harus mempertahankan kecukupan habitat bagi kehidupan alami,
  4. Konservasi sumber daya genetik dalam species tumbuhan dan hewan yang diperlukan pertanian,
  5. Sistem pertanian harus mampu mempertahankan produksi sepanjang waktu menghadapi tekanan-tekanan ekologi, sosial dan ekonomi, dan
  6. Kegiatan produksi jangan sampai menguras sumber daya terbarukan.

PESTISIDA DALAM PHT
Tentunya timbul pertanyaan, dimana letak pestisida dalam konsep PHT. Apakah Pestisida masih diperlukan ? Jawabannya masih diperlukan tetapi sangat selektif tetapi sasaran kualitas dan kuantitas produksi pertanian masih tetap tinggi. Pestisida hanya diperlukan pada waktu mekanisme kesetimbangan ekosistem terganggu oleh sesuatu sebab yang mengakibatkan populasi hama meningkat sampai melalui ambang ekonomi. Selama populasi hama masih berada di bawah ambang ekonomi, maka penggunaan pestisida secara rasional ekonomik dianggap mendatangkan kerugian dan secara ekologik penggunaan pestisida pada aras tersebut akan mengganggu bekerjanya proses pengendalian alami.

Pengendalian alami adalah pengendalian hama yang terjadi di alam tanpa campur tangan manusia . Alam terdiri atas faktor fisik atau non hayati dan hayati dapat menjadi faktor pembatas perkembangbiakan hama. Faktor non hayati misalnya iklim, tanah dan air dari suatu habitat, udara beserta oksigen dan gas lain yang diperlukan bagi kehidupan hama, dapat mendorong atau menekan perkembangbiakan hama. Sementara itu, faktor hayati yang berupa musuh alami yang bekerja dengan sendirinya di alam menjadi bagian dari pengendalian alami. Kegiatan musuh alami juga ikut dipengaruhi faktor non hayati. Dengan demikian pengendalian alami merupakan gabungan kegiatan faktor hayati dan non hayati yang menekan perkembangbiakan haman tanpa campur tangan manusia dan jika dengan campur tangan manusia dinamakan pengendalian hayati.

Agar petani dapat memutuskan secara tepat kapan dan di mana penyemprotan harus dilakukan, maka mereka harus melakukan pengamatan rutin atau monitoring paling sedikit seminggu sekali. Yang diamati tentang keadaan populasi hama, populasi musuh alami, pertumbuhan tanaman, cuaca, dan lain-lainnya. Setelah petani mengadakan analisis terhadap data ekosistem yang terkumpul, dengan menggunakan pengertian tentang prinsip ekologi dan ekonomi yang sederhana, dengan penuh keyakinan petani dapat memutuskan perlu atau tidak digunakan pestisida.

Dengan mengelola lingkungan pertanian secara tepat melalui perpaduan berbagai teknologi pengendalian yang bukan pestisida, maka populasi hama selama satu musim tanam dapat diupayakan untuk selalu berada pada aras yang tidak mendatangkan kerugian ekonomik bagi petani. Dalam keadaan demikian tentunya petani tidak perlu lagi menggunakan pestisida dan cukup mempercayakan pengendalian hama kepada teman-teman petani yang berupa musuh alami yang ada di pertanaman. Apabila petani selalu memelihara kesehatan tanaman melalui budidaya tanaman yang tepat, maka sasaran produktivitas tinggi dapat dicapai dengan biaya pengendalian hama yang minimal.

SARAN DAN SOLUSI
Upaya yang harus dilakukan untuk mengurangi ketergantungan terhadap input bahan kimiawi dalam proses produksi pertanian dapat ditempuh melalui gerakan pertanian organik. Gerakan ini mulai memasyarakat terutama di negara-negara maju yang masyarakatnya alergi dengan produk bahan kimia. Langkah-langkah yang dapat ditempuh untuk menciptakan produk pertanian yang bersih, meliputi :
  1. Penggunaan varietas unggul tahan hama penyakit dan tekanan / hambatan lingkungan,
  2. Penerapan teknik budidaya yang mampu mengendalikan OPT dan penggunaan pupuk organik,
  3. Peramalan terhadap serangan hama penyakit,
  4. Pengendalian OPT secara biologis,
  5. Memacu penggunaan pestisida botani.
Perbaikan Teknik Budidaya
Penerapan teknik budidaya meliputi ; penataan pola tanam dan sistem tanam, dan pengaturan jarak tanam dan pemupukan dapat menekan perkembangan OPT. Pengaturan pola tanam dalam setahun (tumpang gilir) dengan tanaman yang berbeda OPT-nya, diharapkan dapat memutus siklus hidup dari OPT. Dengan bertanam secara campuran (mixed cropping) effisiensi lahan dapat ditingkatkan, resiko kegagalan dapat dikurangi, sehingga pendapatan petani dapat dithngkatkan.

Dari segi perkembangan OPT sistem tumpang sari sangat menguntungkan apabila tanaman yang ditumpangsarikan memiliki hama yang berbeda dan saling menguntungkan. Sebagai contoh tumpang sari kapas dengan jagung, di mana jagung berfungsi sebagai perangkap (trap crop) bagi hama Heliothis armigera dan kacang hijau dapat menarik predator bagi hama kapas.

Penggunaan pupuk organik (pupuk kandang, pupuk hijau dan kompos) sebagai pelengkap dan penyeimbang pupuk buatan, selain mensuplai unsur hara juga berfungsi untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Pemberian pupuk organik dapat meningkatkan kapasitas menahan air, sifat penyangga (buffer) tanah dan meningkatkan mikroorganisme dalam tanah yang berguna bagi tanaman.

Peramalan Terhadap Serangan Hama dan Penyakit
Peramalan terhadap serangan hama penyakit untuk mengetahui dinamika populasi HPT yang dapat digunakan sebagai dasar dalam menentukan cara pengendalian HPT. Pengendalian HPT berpedoman pada ambang kendali dimaksudkan untuk menentukan saat pengendalian HPT secara tepat, memberikan hasil yang maksimal dan menghemat penggunaan pestisida.

Pengendalian Hama Penyakit Secara Biologi
Secara alami tiap spesies memiliki musuh alami (predator, parasit, dan patogen) yang dapat dimanfaatkan untuk pengendalian hama tanaman. Peningkatan penggunaan pestisida hayati dengan bahan aktifnya jasad renik penyebab penyakit hama khususnya serangga akan mengurangi ketergantungan terhadap insektisida kimiawi. Sebagai contoh pestisida hayati dalam produk NASA adalah Natural BVR bahan aktif Beauveria bassiana. Natural GLIO bahan aktif Gliocladium dan Trichoderma, dan Natural VITURA bahan aktif Sl – NPV (Spodoptera litura – Nuclear Polyhidrosis Virus) dan Natural VIREXI.

Penggunaan Pestisida Botani

Pestisida botani atau pestisida alami bahan aktifnya berasal dari berbagai produk metabolik sekunder dalam tumbuhan. Misal Rotenon dari akar tuba (Derris eliptica) dan Azadarachtin dari Mimba (Azadirachta indica). Pestisida botani memiliki beberapa keunggulan yaitu tidak mencemari lingkungan, masa aktif residu lebih pendek, mudah dilaksanakan dan murah. Mekanisme kerja pestisida botani ini bersifat racun kontak, racun perut maupun bersifat sistemik. Pestisida botani berfungsi sebagai zat pembunuh, penolak, pengikat dan penghambat pertumbuhan OPT, misal PESTONA dan PENTANA.

Diambil dari blognya Wong Tani(http://wongtaniku.wordpress.com/2009/04/26/kajian-pestisida-terhadap-lingkungan-dan-kesehatan-serta-alternatif-solusinya/)

Video Kesaksian Pengguna Pupuk Natural Nusantara

Video kesaksian Pengguna pupuk produksi Natural Nusantara untuk :

  • Tanaman Jagung


  • Karet


  • Kedelai


  • Semangka
  • Pupuk Nasa untuk Kolam Lele

  • Cabe

Kesaksian Kelapa Sawit Dengan NASA

Tentang Natural Nusantara

Sekilas Tentang NASA.
PT NATURAL NUSANTARA (PT NASA) berdiri sejak Oktober 2002 di Yogyakarta. Sejak lahir, telah memiliki visi " Menuju Indonesia Raya Makmur berkomitmen untuk bergerak memajukan agrokomplek. Mengingat Indonesia sebagai negara luas, agraris dan mayoritas masyarakat terjun di dunia agro-dalam artian luas.
Agro kompleks (Pertanian, Peternakan, Perikanan) adalah bidang yang menyangkut makhluk hidup dan lingkungan sehingga pengelolaannya harus bijaksana dan memperhatikan semua aspek terkait diantaranya aspek obyeknya sendiri (tanaman, hewan dan ikan), aspek lingkungan dan aspek manusia (petani dan konsumen). Dengan demikian apapun teknologi yang dipergunakan pada agro kompleks harus memenuhi syarat K-3 :
1. Kuantitas.
Mampu menaikkan produktivitas (bobot panen meningkat)
2. Kualitas.
Mampu menaikkan kualitas (rasa, aroma, warna, rendemen, keawetan hasil panen, rendah atau bebas dari senyawa-senyawa yang berbahaya bagi kesehatan
3. Kelestarian.
Mampu menjaga kelestarian lingkungan sehingga secara jangka panjang produktivitas tetap terjaga dan tidak menimbulkan kerusakan dan pencemaran.